Rabu, 26 Agustus 2009

KALI KUNING


Walaupun namanya Kali Kuning, namun ga ada warna kuning sedikitpun. Wilayah ini terletak di lereng gunung Merapi, dan sebagian juga pernah dilewati awan panas waktu erupsi Merapi 2006 lalu.
Masuk melalui celah diantara tebing ini, memang sebaiknya jalan kaki, skalian olah raga, walaupun kalau mau naik motor juga bisa. Lalu kita akan melewati jembatan panjang yang badan jembatan menyimpan aliran air. Dari jembatan ini tampak lembah dengan aliran sungai kecil. Dibeberapa sisi, tampak longsoran bukit, termasuk daerah goa jepang.

Bila sampai di sungai dengan banyak bebatuan, truz kita menyusur keatas, makin masuk ke hutan pinus yang kadang-kadang diselimuti kabut tipis.   

Ada sebatang pohon ini bekas kena awan panas. Di sekitarnya sudah menghijau, hutan pinus sudah memukau. sebatang pohon ini tetap kering, tegak, apakah abadi...                                                           

 


Minggu, 23 Agustus 2009

Pantai Klayar


Beberapa minggu lalu kami ingin napak tilas jalan presiden SBY, tapi kesasar ke jalur napak tilas Pangsar Jend.Sudirman. Sudah cemas, karena kalo kembalinya kemalaman, rasanya aku ga berani deh lewat jalan yang tadi. Akhirnya Sabtu berikutnya kami kembali menyusuri jalan tersebut, dan ketahuan kenapa jadi salah jalan tempo hari. Ternyata papan penunjuknya dah bergeser...

Nah, sabtu berikutnya dah ga salah lagi. Jalannya memang mulus benar, walaupun ada beberapa ruas jalan yang rusak. Asyiknya dibeberapa tempat ada tanjakan-tanjakan yang turun tiba-tiba. Jadi kayak naik jetcoaster. Siiir juga di perut.

Truz sampai disebuah belokan, ada penunjuk arah ke Pantai Klayar. Yang ini beberapa kali pernah kubaca di blog, tentang pantai yang masih perawan, tentang batu bolongnya, tentang air mancurnya. Dan kami sepakat untuk belok kesana, sesuai penujuk arah tadi.

Wuaah, ternyata setelah masuk beberapa meter, jalan berubah.....kami hanya bisa maju dengan kecepatan 5-10 km.per jam. Serunya lagi, selain sisi kiri jurang, sebelah kanan bukit-bukit cadas, jalan ini ga bisa untuk papasan. Pas banget dengan besar mobil kami. Surprise lagi, dibeberapa tempat ada tulisan-tulisan peringatan : "Anda memasuki wilayah bebas BAB disembarang tempat....BAB disembarang tempat, No..., Jangan BAB di sembarang tempat, itu mengganggu kesehatan masyarakat. Ckckck...ternyata seluruh wilayah ini sedang membangun komitmen utk.perilaku sehat ya.

Setelah belak-belok dengan perasaan tegang mengingat kondisi jalan, akhirnya sampailah diujung. Waauuw, luar biasa. Pantai yang indah sekali. Perawan dan misterius.

Pantai indah dan sepi. Ada seorang bapak tua menghampiri kami, beliau sedang membangun mushala dengan seorang lagi. Pada beliau kami menanyakan tentang pantai ini, segala sesuatu yang dikabarkan di beberapa blog. Air mancur disisi sana..Tapi tak bisa kesana karena ombak begitu besar, sudah empat hari ini, kata bapak tadi. O ya, hari Jumatnya ada gempa, terasa sampai di kelas ketika qh sedang beri kuliah, semua lari keluar. Ternyata ada kaitannya dengan ombak besar ini ya. Tapi bapak tua tadi menunjukkan jalan keatas bukit diujung sana, melalui jalan setapak, dan bisa menyaksikan air mancur dari atas bukit itu. 

Sampai di atas bukit..sebagian pantai tampak seperti ini.

Air muncar, setelah ombak...

Diatas bukit juga ada sabana yang luas, suamiku langsung baring disitu.

Aku narsis, masih di sabana itu...

Di balik sana, laut lepas. Sebelah utara Australia....

Pantai dengan batu karang yang unik.

Pantai yang sepi, tempat berhenti ombak hati yang sedih.

Minggu, 16 Agustus 2009

DOLANAN ANAK

                                                      Cublak-cublak suweng

                                             Jamuran, yo ge ge thok...

Dolanan (permainan) anak ini sekarang sudah mulai punah. Dulu permainan ini dilakukan anak-anak di Jawa Tengah , termasuk Solo kota kelahiranku, di halaman rumah waktu rembulan ndadari (Bulan purnama), sambil menyanyi dan melakukan gerakan-gerakan yang sesuai dengan permainan yang sedang mereka mainkan. Ada JAMURAN, CUBLAK-CUBLAK SUWENG, SOYANG, dsb.

Selasa, 11 Agustus 2009

MEMBUAT KTI ITU MUDAH

Memilih judul

Akhir-akhir ini anda yang berada di semester V, diminta untuk menyerahkan judul penelitian. Namun harus anda sadari bahwa langkah pertama membuat KTI itu bukan menetapkan judul, melainkan menetapkan masalah penelitian. Dengan kata lain, ketika anda menyerahkan judul berarti sudah melewati langkah sebelumnya, yaitu menetapkan masalah penelitian.

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah : mengidentifikasi apa yang menjadi sumber keprihatinan anda sebagai calon bidan yang tentu sudah paham ruang lingkup kerja dan peran bidan, baik di klinik maupun di komunitas.
Keprihatinan itu dapat muncul karena :

1. Anda menjumpai fenomena perilaku yang tidak cocok dengan yang seharusnya (standar ataupun teori), misalnya : masih banyak bidan yang tidak melakukan ANC sesuai standar, karena tidak melakukan kunjungan rumah bagi ibu hamil trimester III....( ini mungkin menjadi sumber keprihatinan anda, karena di standar pelayanan kebidanan tercantum bahwa dalam rangka ANC seharusnya bidan melakukan kunjungan rumah bagi ibu trimester III )
2. Anda mengamati suatu program yang tidak berjalan seperti harapan.
3. Anda menyaksikan trend yang meningkat dari suatu/beberapa peristiwa berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak
4. Dsb.
Nah, hasil dari identifikasi tadi, dapatlah menghasilkan phenomenon of interest, yang selanjutnya akan memberi konstribusi dalam merumuskan masalah penelitian.

Merumuskan masalah penelitian

Perlu diingat bahwa masalah penelitian BUKAN MASALAH PRAKTIS, walaupun dapat dikembangkan dari masalah praktis. Sesuai contoh di atas : ”masih banyak bidan yang tidak melakukan kunjungan rumah bagi ibu hamil trimester III...( tidak melakukan ANC standar)”, bukan masalah penelitian, karena penyebabnya sudah jelas yaitu karena bidan terlalu banyak dibebani tugas-tugas administrasi di puskesmas.

Masalah penelitian merupakan masalah yang DAPAT DIPECAHKAN MELALUI PENELITIAN. (jadi harus ada penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian).
Rumusan masalah penelitian dapat kita ungkapkan dengan memadukan hasil identifikasi masalah dengan pertanyaan penelitian.
Misalnya, berkaitan contoh diatas yang menjadi sumber keprihatinan kita, ternyata kita dapat data bahwa persalinan yang ditolong dukun lima tahun terakhir ini (SDKI 2003, SDKI 2007) tetap saja berkisar pada 30%, padahal sudah ditetapkan melalui program pemerintah di bidang kesehatan bahwa untuk menurunkan AKI di Indonesia , salah satu program adalah : seluruh persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan. Maka pertanyaannya menjadi : ”Apakah bidan yang melakukan ANC sesuai standar berpeluang untuk tetap dipilih ibu sebagai penolong persalinan?”
Dari pertanyaan ini, bukankah anda dapat menetapkan judul penelitian sesuai kemampuan anda?

Senin, 10 Agustus 2009

BERANGKAT KE BALI (LAGI)

Empat hari setelah dari Bromo, qh dapat tugas lagi ke Bali. Seperti biasa, nyebrang sudah menjelang pagi. Dari atas kapal penyeberangan, fajar masih masih belum sempurna, tapi bisa diabadikan.


Sampai di pelabuhan Gilimanuk nyanyian alam pagi begitu menawan. Datang kesini beberapa kali tak pernah bosan juga..



Nyuh Kuning, Ubud.


Sebenarnya tujuan utama adalah ke sini, studi tentang waterbirth. ketika sampai disudut jalan desa yang masih hening, walaupun waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 WITA, imajinasiku langsung ke Edensor. Ah, kapan ya qh bisa sampai ke sana...





Rabu, 05 Agustus 2009

BROMO, LEPAS FAJAR

Beberapa saat setelah merasa cukup ambil foto dari puncak Pananjakan, ya dicukup-cukupkan lah, soalnya waktu itu pengunjung banyak banget, sepanjang pagar pembatas saja sudah penuh orang manjat. Foto dibawah ini diambil diantara kaki-kaki orang yang berdiri sepanjang pagar pembatas.

Bromo, lepas fajar..

Nah, ketika suamiku lihat hasil jepretan di display kamera kami, ada ranting kering disana, spontan dia berdendang :

Daun yang gugur telah lama kering
Namun nostalgia bersamamu tak pernah gersang
….(he…he…romantis juga, Dab)

Lalu perjalanan dilanjutkan, turun dari Pananjakan menuju lautan pasir Bromo. Wuah, turunnya seru benar. Curam,berbelok tajam, sisi kiri tampak Bromo dan lautan pasirnya, gunung Batok, dan Semeru dibalik sana, masih terselimuti kabut. Iring-iringan Hardtop bagai off road Paris-Dakar. Lalu sisi kanan..bunga-bunga putih berserakan sepanjang tebing (menurut suamiku bukan seluruhnya Edelweis. Aku sih percaya saja, dia kan yang anggota club pendaki gunung, dulu...)
Dari balik kaca mobil, kujepretkan kameraku.

Jalan dari Pananjakan, turun ke lautan pasir
Iring-iringan Hardtop di depan mobil kami. Pasirnya sudah kering, maklum ini musim kemarau, jangan-jangan ada efek El-Nino juga ya, begitu pikirku. Musim begini kata driver kami, banyak mobil yang terjebak dilautan pasir. Tentu saja mobil-mobil yang bukan 4WD. Padahal mobil yang kami pakai adalah Avansa, agak ciut juga aku, tapi pemandangannya mengalahkan kekawatiranku. Gunung Batok seolah-olah tumbuh begitu saja, muncrat dari lautan pasir. Lagian kata mas driver, kalau sampai terjebak pasir, banyak hardtop yang bisa nolong kita. Ya ditarik, gitu. Nah, benar kan... nih kami terjebak di pasir kering, selip lah. Trus aku yang disuruh pegang strir, mereka mo dorong... Yaa.. gak berhasil lah. Akhirnya ada hardtop lewat dan menolong kami. Untuk jasa tarik mobil begini taripnya cepek, alias seratus ribu.

Sementara mereka mengurus mobil yang nyangkut pasir , qh mo narsis nih...minta difoto dengan back ground gn. Batok .

Sampai di pagar pembatas yang mengijinkan mobil lewat, kami parkir, sudah disambut orang-orang yang menawarkan kuda. Untung sebelumnya kami sudah banyak baca di blog, bagaimana cara nawar sewa kuda, dan berapa taripnya. Jadi tanpa banyak nego kami langsung nyebrang lautan pasir yang memang unik, bikin qh excited betul.


Kami berdiri diatas pasir kering, berdebu, campur kotoran kuda...tapi itu harga yang layak untuk mengenyam Bromo. Di belakang kami deretan anak tangga menuju kawah Bromo. Kubaca diblog, berjumlah skitar 254 anak tangga. Optimis bisa naik lah. Imogiri saja diatas 400 anak tangga. Bedanya kalo di Bromo ini tangganya sempit, jadi gak bisa terapkan tehnik naik seperti di Imogiri Makam Raja-raja Jawa.

Stop, hati-hati dah ga ada pagar pengaman lho. Tapi tuh orang-orang malah menyusur sampai ujung. Sebelah kanan, pinggang gunung Batok, sebelah kiri kawah Bromo.
Kawah Bromo, diambil dari tempat qh berdiri tadi.

Rencananya setelah turun dari sini, kami ingin memutar kearah selatan, untuk melihat padang bunga. Tapi driver kami kemarin baru dari sana, kondisinya tak memungkinkan. Pasirnya terlalu kering, demikian pula padang bunganya, ga sepenuhnya bisa dinikmati: kering dan bekas terbakar. Ok lah, may be next time. Karena Bromo ini bisa diakses dari tiga pintu masuk, maka kami rencanakan kunjungan berikutnya via Probolinggo,skalian mampir di rawon Nguling.
Da.....da.....Bromo yang aduhai. Sampai jumpa lagi ya.....

Selasa, 04 Agustus 2009

menanti fajar di puncak pananjakan

Medio juli 2009, akhirnya kami kesampaian pergi ke Bromo. Berangkat Sabtu, sudah sore karena nunggu anak semata wayang yang sedang inisiasi masuk sekolah baru. Toh dia gak mau ikut. Mampir Puhsarang, mendoakan semua orang yang minta didoakan dan harus didoakan. Juga untuk perdamaian dunia. Untung masih ada penginapan yang bisa nampung kami walaupun hanya semalam. Mbah Kung nama penginapannya, gampang sekali diakses ketika kami datang sudah larut.


Paginya menuju kota Malang, rencananya mampir di argowisata dan JatimPark. Tapi apel tak berbuah, dan jeruk masih kecil. Hanya dapat petik buah strawbery.
Berpegang pada informasi dari beberapa blog, dan peta wisata Jatim, kami menyusuri jalan yang begitu jelas. Termasuk pilihan makan siang dan penginapan waktu sampai di Malang.

Sore hari sempat misa di Kathedral yang pada peta wisata kota Malang dicantumkan sebagai The old Catholic Church. Wah, bangunannya tinggi banget, ingin ambil foto sampai puncak-puncak menaranya walaupun dengan baring, tetap gak bisa.


Di penginapan, sempat terlelap sebentar. Jam 12 malam kami dijemput dari Travel&Tour yang sudah kami kontak sebelumnya,untuk menuju puncak Pananjakan. Jalanan sepi, berkelok, tapi cukup halus. smakin mendekati Tosari,tampak lampu-lampu berjajar di lereng-lereng perbukitan. Skitar pukul setengah tigaan, kami sampai di Penanjakan. Berrr, wuaah.. dingin banget. Ada beberapa anak muda yang datang duluan, main gitar. Lagu-lagunya ngerock, lucu, karena syairnya di pleset-plesetkan. Ada sekelompok orang mengelilingi api unggun, berdiang menghangatkan badan. Eh, aku numpang saja, dan terkejut : lho kok ada kaki bayi terjulur dibawah selimut, disamping orang-orang yang mengelilingi api. Ternyata dia anak dari antara kita yang berdiang itu. Wah hebat betul, bayi juga ada yang sampai sini ya.

Makin lama makin banyak pengunjung. Penuh sekali. Banyak bangsa, banyak bahasa. Semua menanti fajar di puncak Pananjakan ini, suhu dingin sekali, tapi kata suamiku belum dibawah 10 derajat C. Bulan masih sepotong, tripot-tripot sudah ditancapkan dan gak mau geser sedikitpun. Kamera-kamera mulai diarahkan ke arah yang kami duga matahari akan terbit (habis, sekitar masih gelap sekali sih). E..e... ada sekelompok orang muda dengan bahasa Korea(kalo gak salah) melolos pagar, tancapkan tripot, padahal dibalik semak itu sudah jurang lho. Wah, sakti amat dia.


Puncak Pananjakan menjelang sunrise.


Ketika fajar merekah...


to be continued