Rabu, 05 Agustus 2009

BROMO, LEPAS FAJAR

Beberapa saat setelah merasa cukup ambil foto dari puncak Pananjakan, ya dicukup-cukupkan lah, soalnya waktu itu pengunjung banyak banget, sepanjang pagar pembatas saja sudah penuh orang manjat. Foto dibawah ini diambil diantara kaki-kaki orang yang berdiri sepanjang pagar pembatas.

Bromo, lepas fajar..

Nah, ketika suamiku lihat hasil jepretan di display kamera kami, ada ranting kering disana, spontan dia berdendang :

Daun yang gugur telah lama kering
Namun nostalgia bersamamu tak pernah gersang
….(he…he…romantis juga, Dab)

Lalu perjalanan dilanjutkan, turun dari Pananjakan menuju lautan pasir Bromo. Wuah, turunnya seru benar. Curam,berbelok tajam, sisi kiri tampak Bromo dan lautan pasirnya, gunung Batok, dan Semeru dibalik sana, masih terselimuti kabut. Iring-iringan Hardtop bagai off road Paris-Dakar. Lalu sisi kanan..bunga-bunga putih berserakan sepanjang tebing (menurut suamiku bukan seluruhnya Edelweis. Aku sih percaya saja, dia kan yang anggota club pendaki gunung, dulu...)
Dari balik kaca mobil, kujepretkan kameraku.

Jalan dari Pananjakan, turun ke lautan pasir
Iring-iringan Hardtop di depan mobil kami. Pasirnya sudah kering, maklum ini musim kemarau, jangan-jangan ada efek El-Nino juga ya, begitu pikirku. Musim begini kata driver kami, banyak mobil yang terjebak dilautan pasir. Tentu saja mobil-mobil yang bukan 4WD. Padahal mobil yang kami pakai adalah Avansa, agak ciut juga aku, tapi pemandangannya mengalahkan kekawatiranku. Gunung Batok seolah-olah tumbuh begitu saja, muncrat dari lautan pasir. Lagian kata mas driver, kalau sampai terjebak pasir, banyak hardtop yang bisa nolong kita. Ya ditarik, gitu. Nah, benar kan... nih kami terjebak di pasir kering, selip lah. Trus aku yang disuruh pegang strir, mereka mo dorong... Yaa.. gak berhasil lah. Akhirnya ada hardtop lewat dan menolong kami. Untuk jasa tarik mobil begini taripnya cepek, alias seratus ribu.

Sementara mereka mengurus mobil yang nyangkut pasir , qh mo narsis nih...minta difoto dengan back ground gn. Batok .

Sampai di pagar pembatas yang mengijinkan mobil lewat, kami parkir, sudah disambut orang-orang yang menawarkan kuda. Untung sebelumnya kami sudah banyak baca di blog, bagaimana cara nawar sewa kuda, dan berapa taripnya. Jadi tanpa banyak nego kami langsung nyebrang lautan pasir yang memang unik, bikin qh excited betul.


Kami berdiri diatas pasir kering, berdebu, campur kotoran kuda...tapi itu harga yang layak untuk mengenyam Bromo. Di belakang kami deretan anak tangga menuju kawah Bromo. Kubaca diblog, berjumlah skitar 254 anak tangga. Optimis bisa naik lah. Imogiri saja diatas 400 anak tangga. Bedanya kalo di Bromo ini tangganya sempit, jadi gak bisa terapkan tehnik naik seperti di Imogiri Makam Raja-raja Jawa.

Stop, hati-hati dah ga ada pagar pengaman lho. Tapi tuh orang-orang malah menyusur sampai ujung. Sebelah kanan, pinggang gunung Batok, sebelah kiri kawah Bromo.
Kawah Bromo, diambil dari tempat qh berdiri tadi.

Rencananya setelah turun dari sini, kami ingin memutar kearah selatan, untuk melihat padang bunga. Tapi driver kami kemarin baru dari sana, kondisinya tak memungkinkan. Pasirnya terlalu kering, demikian pula padang bunganya, ga sepenuhnya bisa dinikmati: kering dan bekas terbakar. Ok lah, may be next time. Karena Bromo ini bisa diakses dari tiga pintu masuk, maka kami rencanakan kunjungan berikutnya via Probolinggo,skalian mampir di rawon Nguling.
Da.....da.....Bromo yang aduhai. Sampai jumpa lagi ya.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar