Bromo, lepas fajar..
Daun yang gugur telah lama kering
Namun nostalgia bersamamu tak pernah gersang….(he…he…romantis juga, Dab)
Lalu perjalanan dilanjutkan, turun dari Pananjakan menuju lautan pasir Bromo. Wuah, turunnya seru benar. Curam,berbelok tajam, sisi kiri tampak Bromo dan lautan pasirnya, gunung Batok, dan Semeru dibalik sana, masih terselimuti kabut. Iring-iringan Hardtop bagai off road Paris-Dakar. Lalu sisi kanan..bunga-bunga putih berserakan sepanjang tebing (menurut suamiku bukan seluruhnya Edelweis. Aku sih percaya saja, dia kan yang anggota club pendaki gunung, dulu...)
Dari balik kaca mobil, kujepretkan kameraku.
Sementara mereka mengurus mobil yang nyangkut pasir , qh mo narsis nih...minta difoto dengan back ground gn. Batok .
Sampai di pagar pembatas yang mengijinkan mobil lewat, kami parkir, sudah disambut orang-orang yang menawarkan kuda. Untung sebelumnya kami sudah banyak baca di blog, bagaimana cara nawar sewa kuda, dan berapa taripnya. Jadi tanpa banyak nego kami langsung nyebrang lautan pasir yang memang unik, bikin qh excited betul.
Rencananya setelah turun dari sini, kami ingin memutar kearah selatan, untuk melihat padang bunga. Tapi driver kami kemarin baru dari sana, kondisinya tak memungkinkan. Pasirnya terlalu kering, demikian pula padang bunganya, ga sepenuhnya bisa dinikmati: kering dan bekas terbakar. Ok lah, may be next time. Karena Bromo ini bisa diakses dari tiga pintu masuk, maka kami rencanakan kunjungan berikutnya via Probolinggo,skalian mampir di rawon Nguling.
Da.....da.....Bromo yang aduhai. Sampai jumpa lagi ya.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar